Skip to main content

Seni grafis: Perkembangan seni grafis kontemporer

Gejolak Emosi
Seni grafis tidak terlalu signifikan dalam perkembangannya. Kebanyakan para mahasiswa seni dan pegrafis merasa kesulitan untuk berekspresi menuangkan karya seninya karena keterbatasan tempat dan waktu-Hendi Aditya
(http://teraspers-feature.blogspot.com/2007/05).

A. Pendahuluan
Seni grafis modern didefinisikan secara konvensional sebagai karya dua dimensional yang memanfaatkan proses cetak seperti cetak tinggi (relief print), cetak dalam (intaglio), cetak datar (planografi), dan cetak saring (serigrafi, screen printing) yang menjadi bagian dalam konstruksi wilayah seni murni (Wulandari, 2008:1). Namun sejauh perkembangan teknologi cetak, konsepsi konvensional ini perlu dipertanyakan ulang kembali apakah nilai-nilai konvensi yang telah disepakati tersebut haruslah menjadi stagnan dan tak berkembang, sementara perkembangan zaman dengan segala dimensinya terus bergerak ke depan. Jejak perkembangan seni grafis modern Indonesia dapat diketahui sejak kelahiran Republik Indonesia. dengan karya-karya yang secara estetik bermutu, dan secara politik lantang menggemakan suara. Heroisme, patriotisme, pergulatan artistik, dan kecerdikan mengakali situasi yang menekan, menemukan mediumnya pada pahatan lino. Dari sanalah, satu sisi dari Indonesia menjelmakan diri dalam pergaulan antarbangsa (Supriyanto, 2000 :4)
Sejarah menyebutkan bahwa seni grafis lahir dari kebutuhan-kebutuhan untuk mempropagandakan gerakan politik kemerdekaan Indonesia khususnya pada dasawarsa 1940-an sampai 1950-an. Dalam hal ini perlu mengingat eksplorasi seni yang dilakukan Affandi, Abdul Salam, Suromo, Baharuddin Marasutan dan
Mochtar Apin.(Siregar, 2005 :5)

Para perintis dalam seni grafis adalah juga seorang pelukis atau ilustrator, dan ternyata peran profesi rangkap inilah yang mewarnai perjalanan seni grafis Indonesia. Namun yang patut dicatat pada perkembangan awal kemunculan seni grafis adalah penjelajahan medium dalam merespon zamannya. Penjelajahan ke dalam medium tersebut dapat menyingkapkan kemungkinan-kemungkinan ekspresi baru. Penjelajahan seperti itu adalah upaya berharga, yang pada akhirnya tidak cuma memperkaya dunia seni tetapi juga masyarakat luas pada umumnya. Catatan ini yang kiranya perlu dicermati dalam perkembangan seni grafis Indonesia saat ini dalam menghadapi berbagai kemungkinan medium yang semakin beragam di zaman dengan kemajuan teknologi.

Pada tahap selanjutnya mencatat bahwa peran-peran perguruan tinggi seperti FSRD -ITB, FSR-ISI Yogyakarta, FSRD-IKJ dan lain-lain, menjadi penyelenggara sekaligus fasilitator program studi seni grafis telah berhasil melahirkan sejumlah lulusan grafis yang sebagian masih bertahan dan eksis dalam percaturan dunia seni rupa lokal maupun internasional. Di antaranya adalah para dosen seni grafis dan pengajar seni rupa, mereka antara lain Eka Suprihadi, Sun Ardi, Edi Sunaryo, dan lain-lain di Yogyakarta. Sedangkan nama seperti Mochtar Apin, A.D. Pirous, T. Sutanto, Kaboel Suadi, Setiawan
Sabana, dan lain-lain di Bandung.(Wulandari,2008 :100)

Catatan mengenai pentingnya peran pendidikan tinggi dalam perkembangan seni rupa modern Indonesia dan dampak kesadaran kritisisme perupa juga disebutkan oleh Yuliman (2001 :59) secara khusus demikian:
Pendidikan tinggi mempunyai dampak penting terhadap kesadaran di kalangan perupa. Kita menyaksikan semakin banyak dan mendalam masukan informasi tentang seni rupa internasional, terutama Barat. Bersamaan dengan itu, para perupa terdidik juga peka terhadap isu dan diskusi di kalangan intelektual tentang masalah dunia dan negeri berkembang, misalnya masalah lingkungan – termasuk lingkungan sosial dan budaya. Pendidikan seni rupa itu juga mendorong kesadaran yang lebih tajam tentang kerja seni – tentang bahan, proses, unsur-unsur bentuk dan pengubahannya dan lain-lain – dan dari situ mendorong sikap menjelajah atau sikap eksperimental, dan sikap kritis.

Hal inilah yang memicu berbagai kecenderungan baru dalam dunia seni rupa yang lekat dengan persoalan kreativitas serta selalu ingin menghadirkan sesuatu yang baru. Para perupa atau seniman selalu ingin menciptakan karya-karya baru dengan sikap menjelajah, eksperimental dan kritis dipengaruhi berbagai pemikiran maupun perkembangan teknologi baru, tidak terkecuali dengan pegrafis.

B. Proses dan Wujud Seni Kontemporer Indonesia 
Konsepsi seni rupa kontemporer Indonesia ditumbuh kembangkan dan dipicu
oleh munculnya Gerakan Seni Rupa Baru (GSRB) yang berlangsung pada tahun 1975. Embrio pemicunya berawal dari kegiatan lingkungan akademis seni rupa dengan segala konstruksi nilai yang dibangun atas nama lembaga-lembaga seni dan mengganggap sebagai yang legitimate, seakan berjalan begitu mulus tanpa suatu hambatan apa pun. Hingga suatu waktu, kegelisahan yang selama ini ternyata dipendam oleh sebagian para mahasiswa yang kritis, demikian terurai melalui peristiwa munculnya Gerakan Seni Rupa Baru atau disingkat dengan GSRB. Titik pemicu awal mula dari letupan yang lebih besar adalah momen Desember Hitam (Black December) pada tahun 1974.

Pada saat itu dilakukan pemberian penghargaan terhadap karya seni yang dianggap terbaik, diberikan kepada lima orang pelukis oleh Dewan Juri Pameran Besar Seni Lukis Indonesia (1974). Protes yang dilayangkan oleh para mahasiswa yang kritis kepada dewan juri bahwa: karya-karya tersebut dianggap bercorak ragam sama, yakni dekoratif dan lebih mengabdikan demi kepentingan “konsumtif”. Karena memperoleh jalan buntu terhadap tututan yang diajukan, maka meledaklah kemudian gerakan perlawanan para seniman muda sebagai protes yang kemudian memiliki implikasi lebih luas secara sosial-politik; tidak sekedar melawan kemapanan nilai-nilai estetik-artistik, namun melebar menjadi medium untuk melancarkan kritik sosial (atas segala ketimpangan sosial yang terjadi ketika itu) (Wisetromo,1988:25). GSRB muncul pada tahun 1975 hingga 1979, pada masa pemerintahan Orde Baru gerakan lahir dari kandungan lingkungan akademik yang dimotori oleh para mahasiswa Akademi Seni Rupa (ASRI) Yogyakarta dan sejumlah mahasiswa dari Institut Teknologi Bandung (ITB). Konteks kelahiran gerakan ini menghantarkan dunia seni rupa Indonesia melahirkan pemahaman baru atas persoalan ideologis kesenian; konsepsi estetika pada dunia seni rupa; subject matter; batasan-batasan akademik, hingga menyentuh persoalan-persoalan interpretasi subjektivitas.

Selain GSRB, catatan selanjutnya dalam perjalanan proses terwujudnya sejarah seni kontemporer di Indonesia adalah pengaruh seni kontemporer dunia dalam medan seni rupa Indonesia yang mulai tumbuh pada akhir dekade 1980-an. Beberapa indikator yang menandainya antara lain adalah interaksi para seniman dan pengajar seni dengan dunia internasional (melanjutkan studi atau melalui pameran-pameran internasional, keikutsertaan seniman Indonesia dalam ajang kompetisi seni rupa internasional), munculnya institusi-institusi independen seperti Galeri Seni Cemeti dan Yayasan Seni Cemeti (1989) di Yogyakarta, tumbuh kembangnya galeri-galeri seni di beberapa kota di Indonesia. Selain itu, diikuti oleh maraknya wacana kuratorial dalam penyelenggaraan pameran, dan situasi sosial-politik yang hegemonik represif pada masa orde baru memicu
tumbuh kembangnya wacana seni kontemporer dalam dunia kesenirupaan Indonesia.

Sejalan dengan perkembangan zaman beserta konsepsi yang terus berjalan dan berubah timbullah tantangan baru yang lebih kompleks. Memasuki dekade 1990-an, sejalan dengan hadirnya dunia teknologi cetak digital yang lebih handal, eksplorasi media dan teknologi beserta konsep seni posmodernisme yang dibumbui semangat pluralisme, keberagaman baik dalam penggunaan media, teknologi, ’anything goes’ dalam penyajian sebuah karya seni, membawa tantangan persoalan baru. Sebuah kontradiksi yang sangat bertolak belakang dengan konsep seni grafis yang memakai kaidah konvensional.

Pendekatan seni kontemporer kian bebas untuk mengakomodasi persentuhan, pembauran, kolaborasi antardisiplin dan medium, dalam berbagai bentuk ekspresi nilai kultural dan estetik. Keadaan ini juga berdampak pada wacana ekspresi dan teoritik dunia seni grafis. Seni grafis Indonesia tumbuh dan berkembang dalam hiruk-pikuk suasana yang demikian, bahkan sebagai penanda utama corak ekspresi seni rupa di tanah air dewasa ini(Sabana, 2006). Hadirnya paradigma baru dalam seni rupa ini memberikan persentuhan baru dalam praktik maupun wacana teori dalam dunia seni rupa Indonesia, demikian juga dalam seni grafis. Fenomena yang terjadi diikuti oleh munculnya karya-karya seni grafis baru yang merespon kekayaan medium dan teknologi baru disertai konsep pemikiran yang lebih plural, dan menawarkan wacana alternatif-alternatif baru yang lebih dinamis.

Sebuah kontradiksi ketika prinsip seni grafis yang sangat mengutamakan kekuatan teknis, kemudian secara berangsur berubah dalam bingkai yang semakin melebar dalam pemahaman seni kontemporer yang dinafasi oleh pemikiran posmodernisme. Inilah yang wujud perubahan seni grafis Universitas Negeri Malang dari konvensional ke kontemporer.

C. Konsep Berkarya Seni Grafis
Secara menyeluruh dari semua karya seni grafis yang dipamerkan dalam pameran tugas akhir mata kuliah manajemen seni grafis yang dihelat pada tanggal 28-31 Maret 2011 konsep yang diusung adalah perwujudan nilai yang lebih idealis dalam berkarya seni grafis disinergikan dengan arus kontemporer berkarya seni dengan tema “our mindset”. Karya seni grafis selalu lekat dengan teknik dan medium yang digunakan, sejak seni grafis berkembang di Indonesia perkembangannya seakan semakin merosot tajam. Seni grafis menjadi cabang seni murni yang konvensional dengan teknik dan mediumnya.

Kehadiran kontemporer art dunia pada akhir dekade 1980-an ternyata memberikan persentuhan baru dalam praktik maupun wacana teori dalam dunia seni rupa Indonesia, demikian juga dalam seni grafis. Fenomena yang terjadi diikuti oleh munculnya karya-karya seni grafis baru yang merespon kekayaan medium dan teknologi baru disertai konsep pemikiran yang lebih plural, dan menawarkan wacana alternatif-
alternatif baru yang lebih dinamis.

Perkembangan dunia komunikasi seiring dengan perkembangan teknologi yang merembak tak terkendali di masyarakat menimbulkan persebaran pola pikir atau mindset masyarakat secara tidak langsung berubah. Seperti halnya pola hidop konsumtif, terlalu senang menonton sinetron hingga lupa tugas yang lebih penting, dimanjakan dengan teknologi terkini, seperti handphone yang mengurangi waktu sosialisasi secara bertatap muka yang rawan akan miss komunikasi, dunia maya yang terbuka lebar tanpa kontrol yang kuat akan berdampak negatif pada konsumen yang belum cukup usia jika membuka situs-situs yang amoral, pengaruh ideologi sekularis juga dengan mudahnya masuk pikiran anak-anak melalui tayangan TV yang sugestif dan sebagainya.

Melalui wacana kontemporer dalam berkarya seni grafis, pameran ini bermaksud menyampaikan pada publik bahwa setiap orang yang memiliki pengaruh apakah itu orang tua kepada anaknya, guru kepada muridnya, dosen kepada mahasiswanya, pemerintah kepada rakyatnya, dan pemilik media dengan penikmatnya untuk lebih memfilter segala unsur negatif sebagai dampak dari globalisasi masa dan budaya masa.
Selain itu, sebagai misi pengenalan seni grafis di kota Malang yang hendak kubang ke lumpur, pameran ini merupakan sebuah usaha dari seniman kampus UM untuk mendongkrak perkembangan seni grafis di kota Malang.

D. Daftar Rujukan

Supriyanto, Enin, Mulyadi, Efix, dkk., 2000. Pengantar Setengah Abad Seni Grafis Indonesia, Kepustakaan Populer Gramedia dan Bentara Budaya. Jakarta-Yogyakarta.

Siregar T.H., Aminudin.2005. Kedudukan Seni Grafis dalam Seni Rupa Kita, Makalah Seminar Seni Grafis 2005. Galeri Soemardja FSRD: ITB

Yuliman,Sanento. 2001. Dua Seni Rupa, Sepilihan Tulisan Sanento
Yuliman. Jakarta:Yayasan Kalam.

Sabana, Setiawan.2006. Jejak Teknologi, Catatan Zaman.(download dari www.kompas.com, Minggu, 1 Oktober 2006, jam 14.12)

Sri Wulandari, Wiwik.2000. Tema Sosial Politik dalam Seni Rupa Kontemporer Yogyakarta dekade 1990-an.Skripsi tidak diterbitkan: Jurusan Seni Murni Fakultas Seni Rupa ISI Yogyakarta.

Comments

Popular posts from this blog

Seni Rupa: Konsep Berkarya Seni

Konsep adalah gambaran awal tentang sesuatu atau disebut sebagai teori awal yang mendasari suatu kegiatan (aktivitas). Setiap orang memiliki konsep yang berbeda mengenai seni rupa. Terciptanya karya seni melalui beberapa tahap yang tidak dapat terpisahkan, yakni sebagai berikut : Lukisan Anak-anak, diambil dari Jusmani a. Konsep Seni yang Berada dalam Tahapan Aktivitas Jiwa Proses pembentukan ide berasal dari penangkapan perasaan terhadap alam (sebagai objek) yang berinteraksi (mereaksi) dengan pertimbangan cita dan rasa seni seseorang. Hal ini, memunculkan ide seseorang untuk diekspresikan kedalam karya seni. b. Proses Ekspresi atau Proses Penuangan Ide Proses ekspresi atau proses penuangan ide ke dalam bentuk atau wujud karya seni adalah memuat tentang kreativitas masing-masing seniman atau pencipta seni (proses ekspresi atau proses perwujudan atau visualisasi). Oleh karena itu, konsep berkarya seni rupa sangat baku dan merupakan penentu terciptanya karya seni. Setiap

Seni Rupa : Keragaman gaya dan Aliran Seni Rupa

Gaya dalam seni rupa berhubungan erat dengan unsur kreativitas yang terdapat di setiap karya seni. Selain itu juga, bergantung pada pemilihan atau pengolahan bahan, bentuk, dan teknik berkarya. Pemilihan atau pengolahan bahan, bentuk dan teknik berkarya tersebut memunculkan aliran dalam seni rupa, antara lain : Gaya Primitif Seni rupa gaya primitif memiliki ciri-ciri, antara lain sebagai berikut : a. Seni rupa gaya primitif masa awal (masa prasejarah) tercipta bukan untuk keindahan, tetapi untuk memenuhi kebutuhan hidup dan kepercayaan. b. Karya seni rupa ini digunakan dalam upacara ritual atau kepercayaan. c. Bentuk karya seni rupa gaya ini terkesan misteri (kerahasiaan), magic (hal gaib), dan makna lambang. Bentuk karya seni rupa gaya primitif kebanyakan bersifat a. tercipta dengan ekspresif (penuh emosional atau ungkapan perasaan) b. proporsi bentuk tidak sempurna atau tidak wajar, penuh distorsi (pengeliatan, penyangatan, dan pengurangan) atau dilebih-lebihkan. c. karya yang d

5 Kriteria KArya Seni Rupa Terapan Yang Baik

Berikut adalah kriteria karya seni rupa terapan yang baik yaitu: Ide Seseorang dalam menanggapi alam akan timbul kekaguman terhadap keindahannya sehingga muncul gagasan untuk menuangkan ke dalam karya seni rua. Suatu kondisi pribadi dan status seseorang karena pengalaman yang berbeda-beda menentukan persepsi baru. Setiap pribadi yang terbentuk dengan kukuh dan kuat dibina oleh unsur-unsur dari dalam (internal) dan unsur-unsur dari luar(ekesternal). Seorang seniman bermutu akan menghasilkan karya khas pribadi dengan simbol pribadinya. Dengan demikian simbol tersebut dapat ditangkap oleh orang di sekitarnua sehingga menjadi suatu karya seni yang berbobot dan komunikatif. Kreativitas Penciptaan karya seni dengan menwujudkan sesuatu yang belum pernah ada, mempunyai arti dan nilai baru disebut kreativitas. Daya kreasi yang kuat berarti kekuatan menciptakan hal-hal baru dalam karya seni rupa yang baik akan terkandung unsur kreativitas yang kuat. Komposisi Karya yang baik memili