Pelajaran seni budaya di tingkat MTs atau SMP menurut
pengalaman penulis, adalah pelajaran yang di no terakhirkan. Buktinya dengan
kesantaiannya, pelajaran seni budaya sering dianggapnya sebagai pelajaran
refresing yang tidak perlu dipikirkan secara mendalam. Anggapan ini berlanjut
kepada guru seni budaya, kasus di lapangan guru seni budaya mayoritas menjadi
guru yang tidak bisa kejam terhadap siswanya, hal ini menurut hemat penulis
karena falsafah seni mengajarkan penialaian ekspresif yang sangat subjektif,
sehingga perilaku siswa yang kurang menghargai guru dianggap sebagai pola
tingkah wajar secara subjektif dalam dunia seni-pemaksaan bukanlah jiwa seni.
Sebagai mata pelajaran terakhir, urusan nilai pun juga
menjadi momok terakhir bagi para guru seni budaya. Penerapan ujian tulis pada
seni budaya membuat konsepsi seni sebagai area praktek yang edukatif berubah
menjadi teoritis paten. Tidak jarang guru seni budaya yang kelabakan
mengajarkan teori secara kilat kepada siswa demi menghadapi ujian tulis.
Seni budaya ketika dibenturkan dengan mata pelajaran UAS,
ibarat cacing dengan ayam, seni budaya tidaklah dipentingkan mapel UAS yang
paling penting. Buktinya ketika seni budaya pada jam pertama- sedang jam ke
tiga ada pelajaran Matematika yang ada PR(pekerjaan rumah), siswa lebih suka
mengerjakan PR dari pada memperhatikan materi
atau praktek seni budaya.
Dilemma yang menahun…..
Setelah direfleksi jauh dan dalam penulis mempunyai beberapa
kesimpulan
- Seni budaya disepelekan karena guru seni budaya terlalu membebaskan siswa untuk berekspresi.
- Tidak adanya ikatan ketertarikan yang kuat siswa terhadap seni budaya karena materinya kurang menantang dan menarik
Lainnya,,.,.,.,.,.,.bingung
Comments
Post a Comment